Eksistensi Masyarakat Seira Blawat

Jauh Sebelum Masyarakat Seira tinggal di Pulau Seira, Pulau Seira sendiri sudah berpenghuni (Seira Murin artinya Seira belakang) sebelum adanya eksodus dari berbagai kelompok masyarakat/marga ke pulau Seira danmembentuk masyarakat desa dengan tradisi, budaya yang mengikat kehidupan social mereka. Masyarakat yang menempati pulau seira kemudian membentuk desa-desa disepanjang pantai barat pulau seira yang dinamakan desa seira. Desa seira terdiri dari 5 desa yakni Kamatubun, Rumsalut, Welutu, Temin dan Weratan.

Dari aspek sosiologi perkembangan masyarakat dari kelima kampung cukup pesat baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas laju pertumbuhan masyarakat Seira cukup pesat yang dilatarbelakangi oleh proses perkawinan silang antara masyarakat kelima kampung sehingga terbentuklah sebuah ikatan kekeluargaan lewat perkawinan silang. Proses perkaawinan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kulitas hidup masyarakat kelima kampung dalam memupuk kehidupan sosial masyarakat seira yang kuat dan mandiri dengan budaya duan lolat. Budaya duan lolat berlaku secara universal dalam berbgai aspek kehidupan masyarakat Seira dan dipakai sebagai hukum kebiasaan (hukum lisan) dalam menata kehidupan social masyarakat Seira.

Masyarakat Seira secara historis terdiri dari masayarakat yang cukup beragam secara etnis/suku, keberagaman itu dapat ditunjukan oleh marga/fam dari masing-masing mata rumah yang bukan saja berasal dari marga etnis Tanimbar, namum ada beberapa mata rumah memliki kesamaan nama dan cerita historis dengan marga bukan etnis tanimbar. Argumentasi ini bukanlah sebuah rgumentasi kosong belaka namun bisa ditarik kesimpulan dari keunikan dari bahasa yang digunakan masyarakat Seira yakni bahasa Fordatadengan dialegitis dan vocal bahasa yang terpaut berbeda dengan masyarakat fordata dan laratBahasa Fordata adalah bahasa pemersatu masyarakat Tanimbar, yang digunakan oleh etnis dan sub suku fordata, larat dan seira sebagai bahasa daerah.Perbedaan dialeg yang dimiliki oleh masyarak seira terjadi karena sebuah proses akulturasi dan modifikasi dari masyarakat seira yang terdiri dari beberbagai sub etnis sehingga terjadi dialegtis baru, yakni dialeg seira. Warisan budaya dan adat istiadat serta bahasa diwarisi secara turun temurundari generasi ke generas.Bagi masyarakat seira, adat dan budaya adalah sebuah kekayaan yang mesti dijaga dan diteruskan untuk mempererat kehidupan social masyarakat.

Potret Unik 
Seira merupakan desa yang unik dengan ciri khasnya yang tidak banyak dimiliki oleh negeri lain. Keunikan  desa seira dapat kita jumpai dalam potret hidup masyarakat seira dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan secara makan bersama.

Desa Seira juga memiliki ciri  berbeda dan unik dalam Forum pengambilan keputusan adat, karena terdiri dari lima pemerintahan berbeda namum memiliki satu forum adat. Semua keputusan yang dikeluarkan menyangkut dengan Masyarakat Desa Seira diputuskan melalui forum adat Seira Blawat dan dituangkan dalam keputusan bersama lima Pemerintah Desa Seira.

Budaya dan adat istiadat yang menjadi wrisan merupakan hasil konsesus bersama oleh leluhur orang seira untuk memiliki satu forum adat, makan bersama dalam pemanfaatan Lahan dan SDA yang terkandung di Bumi seira blawat serta semboyan lima satu seira yang diawali dalam sebuah peristiwa gereja, dalam perkembangannya semua ini dimaknai sebagai suatu perekat/ikatan persatuan dan persaudaran dalam tatanan hidup orang seira.

Moto Lima Satu Seira sebagi Filosofi Hidup Bermasyarakat

Filosofi Moto Lima Satu seira adalah sebuah hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya oleh tokoh-tokoh masyarakat Seira dan diyakini sebagai suatu norma yang bijaksana untuk mengatur sesuai dengan konteks hidup masyarakat seira blawat.  “Lima Jadi Satu Tentu Jadi Maju, Satu Lawan Pasti Jadi Batu” adalah sebua pandangan hidup yang diwarisi sebagai kekuatan dan perekat hidup orang basudara masyarakat seira blawat.

Semboyan ini mencul melalui peristiwa konsolidasi perjalanan penginjilan di desa seira, yang menuai sebuah konflik horisotal antara persekutuan Wik (Kampung) yang dibentuk oleh penginjil Tuhan di Seira. Saat itu seira memiliki 3 Wik persekutuan meliputi Wik Kamatubun, Wik Rumsalut & Welutu serta Wik Themin & Weratan, namun terjadinya konflik dan peperangan antara tiga Wik (Kampung) tersebut maka digabungkannya tiga Wik  yang terdiri dari lima desa tersebut menjadi satu persekutuan Jemaat GPM Seira dengan mengusung semboyan/moto Lima Satu Seira.

Dalam perkembangannya ternyata Pandangan Hidup tersebut dapat diamalkan dan implementasi dalam kehidupan persekutuan masyarakat Seira, serta dapat menjadi kekuatan dalam menghadapi tantangan dan masalah yang diwarisi oleh perkembangan zaman ini, misalnya kebutuhan akan lahan yang selalu menuntut individu/kampung harus memiliki dan menguasahi lahan untuk melakukan aktivitas kehidupan sosial ekonominya, sehingga seringkali memicu konflik terhadap perebutan batas-batas tanah antara satu kampung dengan kampung lain atau antara individu, namun masyarakat Seira mampu melewati semua tantangan tersebut dengan tetap memeihara dan merawat Persatuan dan persaudaraan selaku orang basudara.

Oleh karena itu, semangat persatuan dan persaudaraan yang terkandung dalam Moto Lima Satu Seira (Lima Jadi Satu Tentu Jadi Maju, Satu Lawan Satu Pasti Jadi Batu) mesti secara terus mnerus menyemangati seluruh proses juang orang seira. Nilai luhur yang terkandung dalam moto ini mesti menginspirasi semua orang, karena inilah salah satu warisan budaya yang mesti kita pupuk terus-menerus dalam seluruh hidup orang basudara, orang Seira juga mesti tetap menjadikan moto ini sebagai jati diri, sehingga kesadaraan akan persatuan dan kebersamaan selaku orang basudara itu tetap teraplikasi dalam kehidupan masyarakat secara berkelanjutan.

Dengan semangat lima satu seira kita tunjukan kepada dunia bahwa Seira adalah masyarakat adatis yang selalu memprioritaskan azas persatuan dan kebersamaan hidup selaku orang basudara, dengan tetap bersyukur kepada Tuhan karena telah memilihara seluruh ikhtiar leluhur kita yang selalu menginginkan dan mencitai persatuan dan persaudaraan yang diwarisi bagi kita selaku generasi penerus yang selalu terpelira dengan baik sampai saat ini. Mengutip Refleksi Mantan Ketua Sinode GPM Bapak Jhon Ruhulesin dalam Ibadah Pentabisan Gedung Gereja Eirene Seeira, Beliau mengatakan bahwa “Kepada seluruh Jemaat se-GPM, Kalau Mau Belajar Tentang Persekutuan dan Persaudaraan dalam berjemaat, harus belajar di Jemaat Seira”.

Eksistensi Leluhur/Nenek Moyang  Orang Seira dapat kita temukan dalam berbagai cerita legenda yang berkaitan langsung dengan tempat-tempat sakral  bersejarah di Pulau Seira, Selu dan Wuliyaru. Tempat-tempat bersejarah tersebut merupakan bukti nyata tentang peradaban leluhur orang Seira baik dalam bidang seni bentuk ukiran, tari-tarian maupun pemikiran mereka yang dituangkan dalam cerita-cerita sejarah yang menguhubungkan mereka dengan alam semesta maupun kekuatan lain diluar kekuatan maunusia Supranatural/Tuhan. misalnya dalam bentuk seni ukiran dapat kita jumpai lewat peninggalan patung-patung batu ( Watat Lakilen, Sepatu Wuar Mala dll).

Patung Batu Watat Lakilen adalah Patung Berbentuk Manusia yang Bisa Bergerak Mengikuti Musim Arah Mata Angin.Watat Lakilen bisa dijadikan destinasi Wisata karena memiliki Nilai Sejarah yang Patut untuk dikunjungi oleh Wisatawan yang tertarik dengan Objek Wisata yang mempunyai Nilai Sejarah.

Patung Watat Lakilen

Watat Lakilen merupakan Cerita Legendaris Orang Seira.Watat Lakilen bersal dari Bahasa Seira, secara etimologi (arti kata) berarti Yatim Piatu Lakilen.Watat artinya : Yatim Piatu sedangkan Lakilen adalah nama tempat/desa/kampung dimana patung ini bersal.

Lakilen adalah tempat awal kisa legendaris Watat Lakilen dan merupakan saksi sejarah kehidupan nenek moyan/leluhur masyarakat  Seira. Cerita ini bersal dari orang Seira yang hidup tinggal di Lakilen pada ratusan tahun lalu. Dikisahkan dalam cerita yang berkembang secara lisan di Seira bahwa orang-orang yang tinggal di Lakilen memiliki kehidupan yang tentram, namum suatu ketika terjadi sebua bencana yang melanda kehidupan mereka, sehingga untuk factor keslamatan mereka terpaksa meninggalkan tempat itu (Lakilen).

Ketika semua orang sedang mempersiapakan seluruh keperluan merka untuk berlayar mencari tempat tinggal baru, ada seorang anakan yatim piatu dan sudara perempuannya tidak ada karena sementara bermain kedalam hutan, orang orang kemudian mencari mereka berdua menyusuri seluruh area kampung namun tidak menemukan mereka berdua. Akirnya mereka terpaksa berlayar meninggalkan kedua bersuadara tersebut, ketika orang-orang lakilen sudah berlayar sampai ditengah-tengah laut, kedua anak yatim piatu itu baru turun dari hutan, sesaimpainya mereka di dalam kampung, mereka tidak menemukan satu orangpun yang tinggal dikampung, kemudian mereka berdua berjalan kearah pantai dengan keadan menangis sambil melihat kearah laut, ternyata perahu orang orang kampung sudah berlayar sampai ketengah-tengah laut, karena itupun hati mereka derdua tambah sedih, sehingga mereka duduk dipantai sambil terus menangis, akirnya dalam keadan menangis kedua anak yatim piatu itu berubah menjadi Patung Batu Berwujud Manusia yang bisa bergerak mengikuti arah musim angin, ketika angin timur Kedua Patung ini sambil duduk berhadapan dengan menunjukan paras mereka yang sangat sedih sekali dan ketika musim barat kedua patung ini akan berbalik dengan keadan duduk sambil membalakangi satu dengan yang lain. 

Cerita Legenda Nuh”s Nitu
Diujung Pulau Selu ada sebua Pulau bernama Nuh Nitu.Keberadan Pulau ini sangat disakralkan oleh masyarakat Seira secara turun temurun sampai sekarang.Kesakralan tempat ini berkaitan dengan keberdaan kejadian gaib yang berkaitan dengan hubungan manusia (orang Seira) dengan Tuhannya. Secara etimologi (arti kata) Nuh Nitu berarti Pulau Setan, Nuh : Pulau dan Nitu : Roh Orang Mati.  Di pulau ini terdapat banyak hal berupa misteri gaib yang belum bisa terpecahkan oleh manusia secara rasional dengan sebua bukti ilmiah.  Konon ceritanya Pulau nuh nitu merupakan pulau dimana ketika orang Seira meningal dunia, Rohnya akan pergi kesana untuk menyaipakan tempat untuk tinggal. 

Menurut penuturan beberapa orang yang pernah berkebun disana sering melihat Roh Orang Seira yang meninggal dunia pergi ke pulau tersebut, pada umunya Roh Orang Mati tersebut akan berjalan sepanjang Pulau itu sambil menangis  dan kemudian mempersiapkan tempat (pameri tempat) untuk tinggal dipulau itu. Disisi lain kejadian gaib tersebut bukan saja baerkaitan dengan orang Seira namun ada beberapa kejadian yang ditemui oleh masyarakat bahwa ada juga suku orang tanimbar lain seperti, Larat, Selaru dan Yamdena yang ketika meninggal dunia Rohnya juga pergi ketempat itu. Menurut orang yang melihat kejadian ini bahwa sangat bisa dibedahkan antara Roh Orang Seira dengan Roh dari sub suku Tabnimbar lain karena dialeg dan bahasa yang digunakan dalam tangisan mereka.

Menurut sejarah Seira Merupakan Pulau Pusat persebaran suku-suku di Tanimbar, sehingga ada sebua perjanjian sebelum masing-masing menyebar kesekitar kepulauan Tanimbar, disepakati bahwa walaupun mereka semua akan berpencar dan terpisah diseluruh pulau-pulau yang ada di Tanimbar namun ketika ada yang meninggal dunia arwa/rohnya akan kembali mendiami/berkumpul Pulau Nuhs Nitu.


Dudllah ni Teta
Dudllah nit teta merupakan bukti sejarah tentang Tuhan leluhur masyarakat Seira jauh sebelum injil masuk dalam kehidupan mereka.Tempat ini sangat disakralkan oleh masyaraakat Seira, dimana tidak sembarang orang yang bisa masuk mengunjungi tempat ini. Keberadaan tempat ini (Dudllah ni Teta) menggambarkan kehadiran Tuhan dalam kehidupan lelulhur masyarakat seira untuk mengenal Tuhan mereka. Secara etimologi (arti kata) Dudllah ni teta artinya Tempat tidur Tuhan. 

Dudllah artinya Tuhan dan Teta artinya Tempat tidur.Tempat ini sangat disakralkan karena leluhur masyarakat seira sangat percaya bahwa Dudllah nit eta merupakan tempat dimana Tuhan bersemayam.Tempat ini sangat memiliki korelasi cerita dengan keberadaan Pulau nuh nitu dengan segala misterinya tentang Roh Orang Mati, yang datang menghadap Tuhannya.

Demikian cerita Legenda Watat Lakilen yang saya dapat sewaktu masih kecil dikampung, lewat cerita-cerita lisan yang diceritakan oleh Masyarakat Seira. Bagi Kaum Intelek Orang Seira dimana saja berada kita banyak sekali memiliki Cerita Legenda yang mempunyai nilai Sejarah yang berkaitan dengan sejarah keberadaan Nenek Moyang/Leluhur kita, misalnya : Watat Lakilen, Nuh Snitu, Ngur Situli, Dudla Niteta, Wuar Mala dll. Cerita-cerita ini sangat menarik untuk ditelusuri dan ditulis, namum cerita-cerita ini sampai sekarang hanya berkembang ditengah-tengah masyarakat secara lisan (cerita lisan) yang ditakutkan kedepaanya makna dan nilai sejarah dari cerita-cerita ini lambat laun bisa hilang dan bahkan dilupakan.

Untuk itu saya mencoba mengembangkan cerita yang saya tau dan pernah dengar dalam sebuah tulisan singkat untuk dipublikasi sebagai media informasi bagi kawan” yang belum pernah mendengar ceritanya tetapi juga bagi kawan yang sudah pernah mendengar dan tau informasi sjarahnya untuk sama-sama kita diskusikan demi melengkapi cerita diatas.

Terimakasih

Ub-Illah Nuvun Ita didtinemun..!!!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reflekesi Kegagalan Pergerakan Ditengah Surplus Pemimpin Seira di Daerah)

PEMKAB Tanimbar Gemar Membangun Pasar Yang Tidak Difungsikan